Sasminto Al-Fariz: Pantun Pengantin

Minggu, 24 Maret 2013

Pantun Pengantin

Teman-teman sering kali diminta untuk memimpin acar Pemotongan Kue Pengantin pada acara Pernikahan. Seringkali bingung mau katakan apa yach? Jangan bingung dan panik, teman-teman bisa menggunakan apa yang biasa saya gunakan apabila saya diminta untuk memimpin acara pemotongan kue pengantin. Mudah-mudahan berguna buat teman-teman. KUE PENGANTIN TERDIRI DARI: 1.Tepung Tepung Kita Ibaratkan adalah Pengertian Sebagai suami istri di dalam rumah tangga sangat diperlukan pengertian. Saling mengerti dan menghargai satu dengan yang lain. 2. Mentega Mentega Kita Ibaratkan adalah Kasih Sayang Kasih sayang tidak boleh pudar seumur hidup. Seperti kue pengantin kalau kurang mentega akan tawar rasanya dan kalau mentega banyak akan lembut dan enak rasanya. Kasih sayang antara suami dan istri jangan pernah pudar oleh karena berjalannya waktu dan usia 3. Gula Putih Gula Putih Kita Ibaratkan adalah Kelemah Lembutan Apabila kue/cake pengantin, tidak memakai gula maka rasanya akan hambar, dan kalau gula yang digunakan pas, maka akan terasa enak sekali rasanya. Begitu juga didalam rumah tangga perlu sekali ada kelemah lembutan diantara suami dan istri. 4. Susu Susu Kita Ibaratkan adalah Kesabaran Cake Pengantin, apabila ditambahkan susu rasanya lebih enak dan lembut. Begitu juga didalam rumah tangga. Kunci sukses didalam rumah tangga adalah adanya kesabaran antara suami dan istri. Jangan pernah pudar kesabaran didalam rumah tangga, walaupun usia pernikahan semakin bertambah. Saling mengalahlah satu antara satu dengan yang lain sangat diperlukan didalam rumah tangga 5. Telur Telur Kita Ibaratkan adalah Pengorbanan Cake atau Kue Pengantin, tanpa telur tidak pernah akan jadi, akan mengeras bahkan akan menjadi hambar rasanya. Didalam rumah tangga pengorbanan sangat dibutuhkan sekali. Mau berkorban antara satu dengan yang lain, antara suami dan istri. Hilangkan sifat gengsi dalam melayani. Berkorbanlah dahulu bagi pasangan anda maka pasangan anda akan lebih berkorban untuk anda. Rumus Mendapatkan Rumah Tangga Bahagia Semua Bahan-Bahan, Seperti Mentega + Gula Putih + Telur = Kasih Sayang + Lemah Lembut + Pengorbanan Diaduk menjadi satu Tambahkan Susu (Kesabaran) Masukkan Tepung (Pengertian) ----sedikit demi sedikit sampai teraduk rata Kemudian bakar di dalam Oven Rumah Tangga Seumur Hidup Sampai Kematian Memisahkan Maka jadilah Rumah Tangga Yang Berbahagia. Sama seperti cake atau kue Pengantin, enak dan manis rasanya. Begitulah gambaran dari pada Rumah Tangga Kalian Berdua. Teman-teman, saya mempunyai file, dimana saya gunakan apabila diminta untuk memimpin acara Pemotongan Kue Pengantin, pada acara Pernikahan. Semoga ini dapat berguna bagi teman-teman yang akan memimpin acara sebelum Pemotongan Kue Pengantin. Mudah-mudahan berguna. BAHAN-BAHAN: 1 Buah Cinta Murni 10 Pelukan Hangat 10 Kecupan Penuh Arti 2 Tatapan Mata Penuh Cinta 1 Senyuman Terindah Cara Membuat: 1. Tambahkan Cinta Murni 2.Tambahkan Tatapan Mata Penuh Cinta. Lakukan Hingga Terasa Cintanya 3.Campur Pelukan Hangat Dengan Kecupan Penuh Arti. Aduk Rata. 4.Bubuhkan Senyum Terindah 5.Sajikan Dengan Tulus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Tentang Ikhtilaf

KAJIAN TENTANG IKHTILAF (PERBEDAAN PENDAPAT) DALAM ISLAM A . Pengertian Ikhtilaf (Perbedaan Pendapat) Ikhtilaf menurut islam bahasa adalah perbedaan paham (pendapat). Ikhtilaf berasala, dari bahasa Arab yang asal katanya adalah : khalafa, yakhlifu, khilafan. Maknanya lebih umum daripada al-dhiddu , sebab setiap hal yang berlawanan :al-Dhiddain , pasti akan saling bertentangan (mukhtalifan).Manusia yang sedang berdebat (berbeda pendapat) seringkali berkobar api marah didadanya . Mereka saling brbantah dan debat kusir yang biasa disebut dengan perang mulut. Ikhtilaf menurut istilah adalah:berlainan, pendapat antara dua atau beberapa orang terhadap suatu obyek ( masalah) tertentu , baik berlaianan itu dalam bentuk ” tidak sama” ataupun ” bertentangan secara diametral. Jadi yang dimaksud ikhtilaf adalah tidak samanya atau bertentangannya penilaian (ketentuan) hukum terhadap satu obyek hukum. Sedangkan yang dimaksud ikhtilaf dalam pembahsan di sini , adalah perbedaan pendaat diantara bersifat ru’iyyah ahli hukum islam (fuqaha) dalam menetapkan sebagian hukum islam yang u’iyyah, bukan pada masalah hukum islam yang bersifat ushuliyyah (pokok-pokok hukum islam), disebabkan perbedaan pemahaman atau perbedaan metode dalam menetapkan hukum suatu masalah dll. Perbedaan pendapat dalam hukum islam bagaikan buah yang banyak yang bersaal dari satu pohon, yaitu pohon al-Qur’an dan Sunnah, cabang-cabangnya adalah dalil-dalil naqli dan aqli, sedangkan buahnya adalah hukum islam (fiqh) meskipun berebeda-beda atau banyak jumlahnya. B .Sebab- sebab Terjadinya Ikhtilaf Terjadinya perbedaan pendapat dalam menetapkan hukum islam , disdamping disebabkan oleh faktor yang bersifat manusiawi, juga oleh faktor lain karena adanya segi-segi khusus yang bertalian denagn agama. Afaktor penyebab itu mengalami perkembangan sepanjang pertumbuhan hukum pada generasiberikutnya. Makin lama makin berkembang sepanjang sejarah hukum islam , sehingga kadang-kadang menimbulkan pertentangan keras, utamanaya dikalangan orang-orang awam. Tetapi pada masa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini, masalah khilafayah tidak begitu dipersoalkan lagi, apabila ikhtilaf ini hanya dalam masalah fur’iyyah yang terjadi karena perbedaan dalam beritjihad. Dasar dan sumber pengambilan mereka yang pkok adlah sama , yaitu al-Qur’an dan sunnah . Tetapi terkadang hasil temuan mereka berbeda satu sama lain dan masing-masing beramal sesuai dengan hasil ijtihadnya ,yang menurut dugaan kuatnya adalah benar dan tepat. Syekh Muhammmad al-Madany dalam bukunya Asbab ikhtilaf al-Fuqaha’, membagi sebab-sebab ikhtilaf itu kepada empat macam yaitu; (1) Pemahaman al- Qur’an dan Sunnah Rasululah SAW .(2) Sebab-sebab khusus tentang Sunnah Rasulalah SAW.(3) Seabab-sebab yang berkenaan dengan qaidah-qaidah ushuliyyah atau fiqhiyyah (4) Sebab-sebab yang khusus mengenai penggunaan dalil diluar al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW. 1 . Pemahaman AL-Qur’an dan Al-Sunnah Seperti dimaklumi, sumber utama syari’at islam adalah al-qur’an dan Sunnah Rasul. Keduanya berbahasa Arab. Diantara kata-katanya ada yng mempunyai arti lebih dari satu (musytarak). Selain itu dalam ungkapannya terdapat kata’am (umum) tetapi yang dimaksudkannya ”khusus”. Adapula perbedaan tinjauan dari segi lughawi dan ’urfi serta dari segi mantuq dan mafumnya. Berikut ini dikemukakan dua contoh mengenai dua arti mustarak dalam nash al Qur’an yang menimbulkan ikhtilaf tersebut. Pertama,kata yaghfir, kata ini mengandung dua arti musyatarak yaitu ( menggugurkan) dan yuhiba (menghibahkan). Konsekuensinya, para mujtahid berbeda pendapat dalam menentukan siapakah yang berhakmembebaskan sebagian mahar yang telah di tentukan, apakah wali atau suami. Kedua, kata al-Nafyu dalam bnetuk kata yanfawa pada ayat al –Qur’an . Kata ini mengandung dua arti : majazi (kiasan atau metafora) dan hakiki. Jumhur Fuqaha’ berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kalimat awyanfii manal ardhi adalah ”dikeluarkan dari pemukiman bumi” Sedang ulama Hanafiyah berpendapat lain , baha klaimat tersebut tidak dimaksudkan secara hakiki, akan tetapimajazi. Dengan demikian , mereka menafsirkan kalimat itu adalah ”penjara”. Sebab , kalau ditafsirkan secara hakiki ( dikeluarkan dari permukaan bumi), itu berarti hukuman mati, sedang hukuman mati sudah ada ketentuannya secara jelas. 2. Sebab-sebab Khusus Mengenai Sunnah Rasulallah SAW. a) Perbedaan dalam penerimaan Hadist Seperti dimaklumi ,para sahabat yang menerima dan menyampaikan (meriwayatkan) hadist, kesempatanya tidak sama. Ada yang banyak menghadiri majlis Rasul , tentunya mereka inilah yang banyak menerima hadist sekaligus meriwayatakannya. Tetapi banyak pula diantara mereka yang sikdengan urusan-urusan pribadinya, sehingga jarang menghadiri majlis Rasul, padahal biasanya dalam majlis itulah Rasul menjelaskan masalah-masalah yang dinyatakan atau menjelaskan hukum sesuatu; memerintah atau melrang dan menganjurkan sesuatu. b) Perbedaan dalam menilai periwayatan Hadits Adakalanya sebagian ulama memandang periwayatan suatu hadits shahih, sedangkan menurut ulama yang lain tidak , misalnya karena tidak memmnuhi semua persyratan yang telah mereka tentukan. Penilaian ini meliputi segi sanad, maupun matan. Menurut Ibnu Qudaimah al- Mqdisi al-Hanbali dalam kitabnya, al-mughni menyatakan, bahwa hadist Ubaidah ini tidak ada yang meriwayatkan kecuali ibnu Ishaq dan Nafi’ bin Mahmud bin al-Rabi’. Sedangkan Ibnu Ishaq adalah Mudallis, dan Nafi’ lebih rendah lagi ( lebih buruk lagi) keadaanya dari Ibnu Ishaq. Imam Abu Haniafah tidal mengakui adanya kata ”hak’ dan muatan hadits tersebut, sehingga beliau tidak memasukkan sebagai tirkah: hak cipta, khiyar,syuf’ah dsb. Sedang jumhur Fuqaha’ ( Syafi’i, Malik dan Ahamad bin Hanbal) menetapkan adanya kata ”haqqan) dalam hadits tersebut, sehinga mereka memasukkan dalam tirkah : hak cipta, khiyar, syuf’ah dsb. c) Ikhtilaf tentang kedudukan Rasullulah SAW. Sebagaimana dimaklumi, bahwa Rasul disamping keberadaan sebagai Rasul , juga sebagai manusia biasa (Q.S.al-Kahfi): kadang-kadangg beliau bertindak sebagai panglima perang, sebagai kepala negara dsb. Karena itu, tindakan yang dilakukan beliau tidak sama kedudukannya, kalau dikaitkan dengan keberadaan pribadinya ketika melakukannya. 3. Perbedaan Mengenai Qawa’id Ushuliyyah dan Qawi’id Fiqhiyyah Sebab-sebab perbedaan pendapat yang berkaitan dengan kaidah-kaidah ushul diantaaranya adlah mengenai is tisna yakni: apakah istisna yang terdapat sesudah beberapa jumlah yang di’athafkan satu sama lainnya, kembali kepada semuanya ataukah kepada jumlah terakhirnya saja ? Jumhur fuqaha’ berpendapat, bahwa istisna (pengecualian) itu kembali kepada keseluruhannya. Sedang menurut Abu Hanifah, istisna itu hanya kembali kepda jumlah terakhirnya saja. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan , bahwa hukuman bagi orang yang menuduh zina tanpa membuktikan dengan empat orang saksi, adalah sbb: a . Dera delapan puluh kali, b. Dicabut haknya untuk menjadii saksi apapun c. Orang itu dinyatakan fasik Kemudian datang istisna (pengecualian) itu orang bertaubat. Bagi yang mberpendapat bahaw istisna’ (pengecualian) itu kembali kepada jumlah terakhir saja, maka bila oran itu telah bertauba, tidak lagi dinyatakan fasik dan tetap harus dikenai dra serta belum bidsa dijadikan saksi. Aadapun pendapta kedua, yamng menyatakan bhawa istisna ’ kembali kepada semuanya, orang ynag menyatakan bahwa istisna kembali kepada semuanya, orang yang sudah bertaubat tidak lagi dinyatakan fasik, dan juga dikembalikan haknya untuk menjadisaksi, tetapi masih tetap dihukum dera, karena hukuan dera ini menyangkut hak’adami (manusia) yang tidka bisa digugurkan dengan bertaubat. Adapun sebab-=sebab perbedaan pendapat (ikhtilaf) yang berkaitan dengan kaidah-kaidah fiqhiyah contohya antara lain sbb: Mazhab syafi’i menggunakan kaidah: Hukum yang terkuat dari segala sesuatu adalah boleh, sehingga terdapat dalil yang menghramkan Sedangkan menurut kaidah dalm mazhab Hanafi adalah: Hukum yang tekuat daari segala susuatu adalah haram, sehingga ada dalil yang menunjukkan kebolehannya Jadi menurut mazhab syafi’i, asal hukum sesuatu adalah di bolehkan mengerjakannya, sehinga ada dalil yang menghaaramkannya atas dasar bahwa ALLAH SWT Sedangkan mazhab Hanafi berpendapat bahwa asal hukum sesuatu adalah haram, sehingga ada dall yang yang membolehkannya, kebalikan dari pendapat mazhab syafi’i bahwa asal sesuatu adalah boleh, sehingga ada dalil yanng mengharamkannya. Hal ini seperti ii dapat menimblkan perbedaan dalam mnetapkan hukum. 4 . Perbedaan Penggunaaan Dalil di Luar AL-Qur’an dan Sunnnah Ulama terkadang berbeda pendapat pula mengeaia fiqh, disebabkan perbedaan pengguaan dalil diluar al-Qur’an dan sunnah, seperti: Amal Ahli Madinah dijadikan dasar oleh para imam yang lainnya. Begitu pula perbedaan dalam penggunaan ijma’ ,Qiyas, Mashlahah,istihsan, Sad al-Dzari’ah, Istishhab,’Urf dsb, yang oleh sebagian ulama dijadikan dasar, sedang sebagian ulama lain tidak menjadikanya dasar dalam mengistinbathkan hukum, sekalipun sebenarnya perbedaan ituhanyalah dalam tingkat penggunaan saja Perbedaan ulama mengenai sumber hukum yang utama (al-Qur’an) adalahdari segi pemahaman semta-mata terhadapa nash-nash yang zhanny (tidak pasti) dalalahnya. Perbedaan pendapat dalam islam, bukanlah mengenai persoalan dasar (pokok), baik di kalangan Ahlu al-Sunnah, maupun syi’ah dan Mu’tazilah, melainkan perbedaan pandangan dan penilaina terhadap nushuh (al- Qur’an dan sunnah) yang memungkinkan dan memberi celah-celah adanya perbedaan penafsiran . Karenaitu , penganut mazhab tertentu sering menentang mazhab nya sendiri, seperti Ibnu Taimiyah dan Ibnu al-Qayyim terhadap Imam Ahmad ibn Habal , serta Abi Yusuf dan Muhammad al-Hasan al- Syaibani terhadap Imam Abi Hanifah. Perbedaan yang di sebabakan penggunaan dalill di luar al-Qur’an dan Sunnah seperti ijma, Qiyas, Istihsan, Mashahah Mursalah dll. C . Hikmah Adanya Ihtilaf dan Implikasinya dalam Kehidupan Fiqh, sebagai hasil ijtihad ulama dan tidak lepas dari sumbernya (al-Qur’an dan as-sunnah), otomatis akan mengandung keragaman hasil ijtihad itu. Namun demikian , nampak pada jati diri para ulama mazhab adanya sikap sportif dan toleran apabila dihadapkan pada fenomena tersebut, serta tetap konsisten kepada prinsip firman Allah SAW. Ikhtilaf yang mengikuti ketentuan-ketentuan akan memberikan manfaat, jika didasarkan pada beberapa hal berikut ini: 1. Niatnya jujur dan menyadari akan tanggung jawab bersama. Ini bisa dijadikan salah satu dalil dari sekian banyak model dalil 2. Ikhtilaf itu digunakan untuk mengasah otak dan untuk memperluas cakrawala Berpikir. 3. Memberikan kesempatan berbicara kepada lawan bicara atau pihak lain yang berbeda pendapat dan bermua’amalah dengan manusia lainnnya yang menyangkut kehidupan di seputar mereka. Faedah dan manfaat dari ikhtilaf dapat diperolah bila dalam berikhtilaf itu berpijak pada ketentuan dan adab yang terkandung didalamnya. Namun jika ketentuan dan batasan itu dilanggar, maka sudah pasti akan menimbulkan perpecahan. Perbedaan pendapat dalam menetapkan sebagian hukum masakah furu’ adalah suatu kemestian. Sehubungan dengan ini, DR. Yusuf al-Qardhawy mengomentari, bahwa orang yang ingin menyatukan kaum muslimin dalam satu pendapat tentang hukum ibadat, mu’amalat dan cabang agama lainnya, hendaknya ia mengetahui dan menyadari , bahwa mereka sebenranya menginginkan suatu yang nihil. 1. Tabiat Agama Allah SWT, menghendaki diantara hukum-hukumnya ada yang ditegaskan secara eksplisit (manshush ’alaihi) dan yang secara imlisit (maskut’anhu) . Diantara yang ditegaskan secara eksplisit pun terdapat hal yang qath’iyah(pasti) dan zhanniyah (tidak pasti) serta sharih (jelas) Seandainya Allah menghendaki konsesus kaum muslimin dalam segala hal, niscaya Dia menurunkan kitab-Nya dalam bentuk nash-nash yang semuanya mrhkamah serta jelas penunukan (dalalah)nya , sehingga tidak akan menimbulkan perbedaan di dalam kitab-Nya ada yang muhkamat dan ada mutasyabihat. 2 . Tabiat Bahasa Al-Qur’an adalah wahyu illahi yang diaplikasikan dalam wujud teks-teks bahasa dan lafal. Demikian pula sebagian besar sunnah dalam memahami teks-teks al-Qur’an dan sunnah ini, harus mengikuti kaidah-kaidah bahsanya. Didalam bahasa al-Qur’an ada lafal yang multi-makna (musytarak) yaitu yang mengandung lebih dari arti, majaz (arti kiasan), ’am (umum) dan khash (tertentu), muthlaq dan mmuqayyad. 3 . Tabiat Manusia Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang beragam. Setiap insan berbeda bentuk wajahnya, tekanan suaranya, sidik jarinya dan lain sebagainya. Demikian pula pola pemikiran, pribadi, sikap, profesinya, kecenderungan dan pandangannya terhadap sesuatu. Perbedaan karakter manusia serta kecenderungan psikologisnya akan mengakibatkan perbedaan mereka dalm menilai sesuatu dari berbagai aspek, baik fiqhiyyah atau poltik dsb. DR.Yusuf al-Qardawy mengatakan , bahwa Allah SWT. Telah menitipkan sifat kelenturan, fleksibilitas dan kekuasaan yang menakjubkan, sehingga membuat syari’at islam dapat dirasakan sebagai rahmat bagi pemeluknya, orang yang mempelajari syari’at dan fiqh, akan ,erasakan luasnya ruang kemaafan ( mantiqahal’afw) atau ruang kosong yang disengaja dan dibiarkan demikian, sebagai ruang gerak bagi para mujtahid untuk diisi dengan hal-hal yang palingg baik bagi umat, sesuai dengan zaamn dan kondisinya, dengan selalu memperhatikan tujuan-tujuan (maqasid) Sehubungan dengan hikmah atau manfaat ikhtilaf ini, seorang ulama dan ahli hukum (faqih) Madianah al-Munawwarah pada zaman Tabi’in, Imam al-Qasim bin Muhammad, mengatakan, ” Sungguh Allah telah memberi manfaaat dengan adanya ikhtialaf dalam amal perbuatan sahabat-sahabat Nabi SAW, Tidak ada orangg yang beramal mengikuti amalan salah seorang dari mereka itu, melainkan ia berpendapat bahwa dia dalam keluasaan, dan menurutnya bahwa itu adalah yang baik yang telah dikerjakannya”. D. Tujuan Mengetahui Sebab Terjadinya Ikhtilaf Mengetahui sebab-sebab terjadinya perbedaan pendapat para imam mazhab dan para ulama fiqh, sangat penting untuk membantu kita , agar keluar dari taklid buta, karena kita akan mengetahui dalil-dalil yang mereka pergunakan serta jalan pemikiran mereka dalam penetapan hukum suatu masalah. Sehingga dengan demikian akan terbuka kemunkinan untuk memperdalam studi tentang hal yang dipersellisihkan, meniliti sistem dan cara yang lebih baik serta tepat dalam mengistibathkan hukum, juga dapat mengembangkan kemampuan dalam hkum fiqh, bahkan akan terbuka kemungkinan untuk menjadi mujtahid. Disamping itu, apabila diketahui bahwa sebab yang menimbulkan perbedaan tersebu kurang tepat dijadikan alasan , maka akan diusahakan untuk mendudukkannya pada proporsi yang tepat.