MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL
TEACHING AND LEARNING (CTL)
A. Pendahuluan
Salah strategi
pembelajaran yang dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan dengan
produktif dan bermakna bagi siswa adalah strategi pembelajaran kontekstual (Contextual
Teachig and Learning) yang selanjutnya disebut dengan CTL. Strategi CTL focus
pada siswa sebagai pembelajar yang aktif, dan memberikan rentang yang luas
tentang peluang-peluang belajar bagi mereka yang menggunakan
kemampuan-kemampuan akademik mereka untuk memcahkan masalah-masalah kehidupan
nyata yang kompleks.
Kenyataan
menunjukkan bahwa sebagian besar tidak mampu menghubungkan antara materi yang
mereka pelajari denan pemanfaatannya dalam kehidupan nyata. Pemhaman konsep
akademik yang dimiliki siswa hanyalah merupakan sesuatu yang abstrak, belum
menyentuh kebutuhan praktis kehidupan siswa. Pembelajaran secara konvensional
yang diterima siswa hanyalah penonjolan tingkat hafalan dan sekian macam topik,
tetapi belum diikuti dengan pengertian dan pemahaman yang mendalam yang bisa
diterapkan ketika mereka berhadapan dengan situasi baru dalam kehidupannya.
B. Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Akhir-akhir ini
pembelajaran kontekstual (Contextual teaching and learning - CTL) merupakan
salah satu pendekatan pembelajaran yang banyak dibicarakan orang. CTL merupakan
strategi yang melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran. Siswa
didorong untuk beraktivitas mempelajari materi pelajaran sesuai dengan topic
yang dipelajarinya. Belajar dalam koteks CTL bukan hanya sekedar mendengarkan
dan mencatat, tetapi belajar adalah proses berpengalaman secara langsung.
Berikut akan penulis jelaskan tentang pengertian pembelajaran kontekstual
(Contextual teaching and learning).
Menurut Mitri
Irianti dan Almasdi Ayahza menyetakan:
“Terkait dengan CTL ini, para ahli menyebutnya dengan istilah yang
berbeda-beda, seperti pendekatan pembelajaran kontekstual, strategi
pembelajaran kontekstual, dan model pembelajaran kontekstual. Apapun istilah
yang digunakan para ahli tersebut, pada dsarnya kontekstual berasal dari bahasa
inggris “Contextual” yang berarti sesuatu yang berhubungan dengan konteks. Oleh
sebab itu pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajran yang mana guru
menggunakan pengalaman siswa yang pernah dilihat atau dilakukan dalam
kehidupannya sebagai sumber pendukung”.[1]
Sedangkan
pembelajaran kontekstual (Contextual teaching and learning-CTL) menurut Nurhadi
dalam Sugiyanto adalah “konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan
antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa”.[2]
Dan juga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliknya
dan penerapannya dalam kehidupan mereka sendiri-sendiri. Pengetahuan dan
keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksikan sendiri
pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar. Sedangakn menurut Johnson
masih dalam Sugiyanto,
“CTL adalah sebuah proses pendidika yang bertujuan menolong para
siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara
menghubungkan subyek-subyek akademik dengan konteks keadaan pribadi, social,
dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, system tersebut meliputi tujuh
komponen berikut: membuat keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang
berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerja sama,
membantu individu untk tumbuh dan berkembang, berpikir kritis dan kreatif untuk
mencapai standar yang tingga dan menggunakan penilaian autentik”.[3]
Jadi, pembelajaran
melalui konteks (contextual teaching and learning) ini diharapkan siswa dapat
menemukan sendiri materi yang dipelajarinya bukan hanya sekedar mendengarkan
dan mencatat, tetapi belajar berpengalaman secara langsung.
C. Konsep Dasar Strategi
Pembelajaran Kontekstual
CTL merupakan proses
pembelajaran yang bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar
dengan mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks
pribadi, sosial dan kultur), sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan
yang dinamis dan fleksibel untuk mengkontruksikan sendiri secara aktif
pemahamannya.
Ada tiga konsep
dasar dalam pembelajaran kontekstual menurut Wina sanjaya yakni:
1.
CTL menekankan kepada proses
keterlibtan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan
pada proses pengalaman secara langsung.
2.
CTL mendorong agar siswa dapat
menemukan hubungan anatara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan
nyata, artinya siswa dituntut untuk menangkap hubungan antara pengalaman
belajar di sekolah dengan kehidupan nyata.
3.
CTL mendorong siswa untuk dapat
menerapaknnya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat
memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu
dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.[4]
Sedangkan menurut
Johnson dalam Sugiyanto menyebutkan bahwa tiga dasar teori dalam system
pembelajaran CTL, yaitu:
1. CTL mencerminkan prinsip
kesaling-bergantungan.
2. CTL mencerminkan prinsip diferensiasi.
3. CTL mencerminkan prinsip pengorganisasian
diri.[5]
D. Latar Belakang Filosofis CTL
CTL bayak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang mulai digagas oleh
Mark Baldwin dan selanjutna dikembangkan oleh Jean Piaget. Aliran filsafat
konstruktivisme berangkat dari pemikiran epistimolgi Giambatista Vico. Vico
mengungkapkan dalam Wina Sanjaya, ”Tuhan adalah pencipta alam semesta dan
manusia adalah ciptaannya.”[6]
Mengetahui menurut vico, berarti mengetahui membuat sesuatu. Artinya, seseorang
dikatakan mengetahui manakala ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang
membangun sesuatu itu.
Sedangkan menurut sugiyanto landasan filosofi CTL adalah kontruktivisme,
yaitu ”filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar
menghafal”[7].
Jadi siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri, bahwa
pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta. Fakta atau proposisi
yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
Denngan pendekata kontekstual (CTL) proses pembelajaran diharapakan
berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa untuk bekerja dan mengalami,
bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih
dipentingkan dari pada hasil. Dalam konteks itu siswa perlu mengerti apa makna
belajar, apa manfaatnya, mereka dalam status apa dan bagaimana mencapainya.
Mereka akan menyadari bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya. Dengan
demikian mereka memposisikan dirinya yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya
nanti.
E. Komponen Model Pembelajaran CTL
Sesuai dengan asumsi yang mendasarinya, bahwa pengetahuan itu diperoleh
anak bukan dari informasi yang diberikan oleh orang lain termasuk guru, akan
tetapi dari proses menemukan dan mengkonstruksikannya sendiri, maka guru harus
menghindari mengajar sebagai proses penyampaian informasi. Guru perlu memandang
siswa sebagai subjek belajar dengan segala keunikannya. Siswa adalah organisme
yang aktif yang memiliki potensi untuk membangun pengetahuannya sendiri.
Pembelajaran berbasis CTL menurut sanjaya dalam Sugiyanto melibatkan tujuh
komponen utama pembelajaran, yakni: ”Konstruktivisme (Construkivism), bertanya
(questioning), menemukan (Inquiry),
masyrakat belajar (learning community),
pemodelan (modeling), dan penilaian
sebenarnya (authentic assessment)”.[8]
1.
Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun dan menyusun pengetahuan baru dalam
struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut konstruktivisme,
pengetahuan memang berasal dari luar tetapi dikonstruksi oleh dalam diri
seseorang. Pengetahuan bukanlah serangkain fakta, konsep dan kaidah yang
dipraktekkan, melainkan harus dikonstruksi terlebih dahulu dan memberikan makna
melalui pengalaman nyata. Karena itu siswa perlu dibiasakan untk memcahkan
masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan mengembangkan ide-ide
yang ada pada dirinya.
Menurut Mitri Irianti dan Almasdi Ayahza prinsip konstruktivisme yang harus
dimiliki guru adalah sebagai berikut:
a. Proses pembelajaran lebih utama dari pada
hasil pembelajaran
b. Informasi bermakna dan relevan dengan
kehidupan nyata siswa lebih penting dari pada informasi verbalitas
c. Siswa mendapatkan kesempatan
seluas-luasnya untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri
d. Siswa diberikan kebebasan untk menrapkan
strateginya sendiri dalam belajar
e. Pengetahuan siswa tumbuh dan berkembang
melalui pengalaman sendiri
f. Pengalaman siswa akan berkembang semakin
dalam dan semakin kuat apabila diuji dengan pengalaman baru
g. Pengalaman siswa bisa dibangun secara
asimilasi, maupun akomodasi.[9]
- Inkuiri
Inkuiri, artinya proses pembelajaran didasrkan pada pencarian dan penemuan
melalui proses berfikir secara sistematis. Secara umum proses inkuiri dapat
dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu:
a. Merumuskan maslah
b. Mengajukan Hipotesa
c. Mengumpulkan data
d. Menguji Hipotesis
e. Membuat kesimpulan
Penerapan
asas inkuiri pada CTL dimulai dengan adanya masalah yang jelas yang ingin
dipecahkan, dengan cara mendorong siswa untuk menemukan masalah samapai
merumuskan kesimpulan. Asas menemukan dan berfikir sistematis akan dapat
menumbuhkan sikap ilmiah, rasional, sebagai dasar pembentukan kreatifitas.
3. Bertanya
Komponen
ini merupakan strategi pembelajaran CTL. Bertanya dalam pembelajaran CTL
dipandang sebagai upaya guru yang bisa mendorong siswa untuk mengetahui
sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus mengetahui
perkembangan kemampuan berfikir siswa. Pada sisi lain, kenyataan menunjukkan
bahwa pemerolehan pengetahuan seseorang bermula dari bertanya. Prinsip yang
perlu diperhatikan guru dalam pembelajaran berkaitan dengan komponen bertanya
sebaga berikut:
a. Penggalian informasi lebih efektif apabila
dilakuakan melalui bertanya
b. Konfirmasi terhadap apa yang sudah
diketahui siswa lebih efektif melalui tanya jawab
c. Dalam rangka penambahan atau pemantapan
pemahaman lebih efektif dilakukan lewat diskusi baik kelompok maupun kelas
d. Bagi guru, bertanya kepada siswa bisa
mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berfikir siswa
e. Dalam pembelajaran yang produktif kegiatan
bertanya berguna untuk menggali informasi, mengecek pemahaman siswa, mengetahui
hal-hal yang diketahui siswa, memfokuskan perhatian siswa sesuai dengan yang
dikehendaki guru, membangkitkan lebih banyak pertanyaan bagi diri siswa.
4. Pemodelan
Pemodelan
(modeling) adalah proses pembelajaran dengan memperagakan suatu contoh yang
dapat ditiru oleh siswa. Sebagai contoh, membaca berita, membaca lafal bahasa, bagaimana
cara melempar bola, guru kesenian memberi contoh bagaimana cara memainkan alat
musik, dan lain-lain. Proses modeling tidak terbatas dari guru saja, akan
tetapi dapat juga memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan.
5. Refleksi
Refleksi
adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan
dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran
yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan
dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari
pengetahuan yang dimilikinya.
6. Penilaian Nyata
Penilaian
nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang
perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk
mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak, apakah pengalaman
belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik
intelektual maupun mental siswa. Penilaian ini dilakukan secara terus-menurus
selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
7. Masyarakat Belajar
Masyarakat
belajar didasarkan pada pendapat Vygotsky seorang psikolog asal Rusia, ”bahwa
pengetahuan dan pengalaman anak banyak dibentuk oleh komunikasi dengan orang
lain.”[10]
Permasalahan tidak mungkin dipecahkan sendirian, tetapi membutuhkan bentuan
orang lain untk saling membutuhkan. Dalam model CTL hasil belajar dapat
diperoleh dari hasil sharing dengan orang lain, teman, antar kelompok, sumber
lain dan bukan hanya guru.
F. Langkah-Langkah Pembelajaran CTL
Secara
sederhana langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas secara garis besar adalah
sebagai berikut:
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan
belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sediri, menemukan sendiri, dan
meng-konstruksikan sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri
untuk semua topik
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam
kelompok-kelompok)
5. Hadirkan model dalam pembelajaran
6. lakukan refleksi di akhir penemuan
7. lakukan penilaian yang sebenarnya dengan
berbagai cara
G. Ciri Kelas Yang Menggunakan
Pendekata Kontekstual (CTL)
1. Pengalaman nyata
2. kerja sama, saling
menunjang
3. gembira
4. pembelajaran terintegrasi
5. menggunakan berbagai sumber
6. siswa aktif dan kritis
7. menyenangkan, tidak
membosankan
8. sharing dengan teman
9. guru kreatif
H. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif
dengan Pembelajaran Tradisional
Dalam
pembelajaran tradisional dikenal pola belajar kelompok, meskipun demikian, ada
sejumlah perbedaan esensial antara kelompok belajar kooperatif dengan kelompok
belajar tradisional/konvensional.
Kelompok Belajar Kooperatif
|
Kelompok Belajar Tradisional
|
CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar,
artinya siswa berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara
menemukan dan menggali sendiri materi pelajaran
|
Siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang
berperan sebagai penerima informasi secara pasif
|
Siswa belajar melalui kegiatan kelompok, seperti
kerja kelompok, berdiskusi, saling menerima dan memberi.
|
Siswa lebih banyak belajar secara individual
dengan menerima, mencatat, dan menghafal materi pelajara.
|
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata
secara riil
|
Pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak
|
Kemampuan didasarkan atas pengalaman
|
Kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan
|
Tujuan akhir dari proses pembelajaran CTL adalah
kepuasan diri
|
Tujuan akhir adalah nilai atau angka
|
Tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran
diri sendiri
|
Tindakan atau perilaku individu didasarkan oleh
faktor dari luar dirinya
|
Pembelajaran bisa terjadi dimana saja dalam
konteks dan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan
|
Pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas
|
Keberhasilan pembelajarab diukur dengan berbagai
cara, misalnya dengan evaluasi proses, hasil karya siswa, penampilan,
rekaman, observasi, wawancara dan lain-lain.
|
Keberhasilan pembelajaran biasanya hanya diukur
dari tes.
|
Kesimpulan
CTL merupakan konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Di dalam CTL terdapat beberapa karakteristik yang perlu diperhatikan
ketika seorang pendidi akan membrikan makna dalam pembelajarannya, yaitu:
kerjasama, saling menunjang, menyenangkan, tidak membosankan, belajar dengan
bergairah, pembelajaran integrasi, menggunakan berbagai sumber, siswa aktif,
sharing dengan teman, siswa harus kritis, dan guru harus kreatif.
CTL dapat diterapkan dalam
kurikulum apa saja, bidang apa saja, dan kelas yang bagaimana keadaannya.
Dengan demikian CTL merupakan suatu model pembelajaran yang dapat dengan mudah
diaplikasikan oleh peserta didik.
Daftar Pustaka
Irianti. Mitri, dan Syahza. Almasdi,Pemebelajaran Kontekstual,
[Online], Available:http://almasdi.unri.ac.id//index.php?option=com-conten
artiel &id 68:berita-6&catid=25:the-project
Sanjaya. Wina, 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group
Sugiyanto,
2009. Model-Model Pembelajaran Inovatif,
Surakarta: Yuma Pressindo
[1] Dra. Mitri Irianti, MSI dan Prof. Dr. Almasdi Syahza SE., MP,Pemebelajaran Kontekstual, [Online], Available:http://almasdi.unri.ac.id//index.php?option=com-conten
artiel &id 68:berita-6&catid=25:the-project
[2] Sugiyanto, Model-Model Pembelajaran
Inovatif, (Kadipiro Surakarta: Yuma Pressindo, 2009), hlm. 14
[3] Ibid., hlm. 14
[4] Wina Sanjaya, Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007),
hlm. 253-254
[5] Op.,Cit, hlm. 16
[6] Op.,Cit, hlm. 255
[7] Op.,Cit, hlm. 16
[8] Ibid., hlm. 17
[9] Mitri Irianti dan Almasdi Syahza, Op.,Cit, hlm. 2
[10] Op.,Cit, hlm. 18 ,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar