BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu proses pembentukan
kepribadian manusia. Sebagaai suatu proses, pendidikan tidak hanya berlangsung
pada suatu saat saja. Akan tetapi proses pendidikan harus berlangsung secara
berkelanjutan. Dari sinilah kemudian muncul istilah pendidikan seumur hidup,
dan ada juga yang menyebutnya pendidikan terus menerus. Islam sendiri telah
menggariskan tentang proses pendidikan seumur hidup. Dalam suatu riwayat,
Rasulullah SAW bersabda :
أُطْلُبِ اْلعِلْمَ مِنَ اْلمَهْدِ إِلَى اللَّهْـدِ
” tuntutlah ilmu sejak masih dalam ayunan hingga
hingga dimasukkan dalam liang kubur“.
Bila ungkapan riwayat itu dimaknai secara literal maka
akan didapat suatu pemahaman, pendidikan manusia hanya terbatas setelah
dilahirkan hinggga kematiannya. Ini jelas kurang tepat untuk itu harus dimaknai
secara kontekstual.
Melihat uraian diatas tampak jelas islam mengakui
adanya pendidikan seumur hidup. Karena perjalanan manusia melalui
tahapan-tahapan tertentu, maka pembahasan tentang pendidikannya harus difokuskan
pada tahapan-tahapan tersebut, yang biasanya disebut dengan priode pendidikan
Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Batas Pendidikan Menurut Islam
Pendidikan dimulai dengan pemeliharaan yang merupakan
persiapan ke arah pendidikan nyata, yaitu pada minggu dan bulan pertama seorang
anak dilahirkan, sedangkan pendidikan yang yang sesungguhnya baru terjadi
kemudian. Pendidikan dalam bentuk pemeliharaan adalah bersifat” dresur “ belum
bersifat murni. Sebab pada pendidikan murni diperlukan adanya kesadaran mental
dari si terdidik.
Pada pendidikan yang sesungguhnya dari anak dituntut
pengertian bahwa ia harus memahami apa yang dikehendaki oleh pemegang
kewibawaan dan menyadari bahwa hal yang diajarkan adalah perlu baginya. Dengan
singkat dapat dikatakan bahwa cirri utama dari yang sesungguhnya ialah adanya
kesiapan intraksi edukatif dari pendidik dan terdidik.[1]
Sebelum mengemukakan batas pendidikan Islam, untuk
perbandingan akan diutarakan terlebih dahulu beberapa pendapat ahli tentang
batas pendidikan. Pendapat-pendapat tersebut dikemukakan oleh M.J. Langeveld,
Ki Hajar Dewantara. J.J.Rousseau.
1. M. J. Langeveld Ia berpendapat bahwa
pendidikan bagi seorang anak dapat dimuali pada saat ia mengenal kewibawaan dan
berakhir bila anak telah dapat bertanggung jawab (mencapai kedewasaan).Dengan
demikian, sebelum anak mengenal kewibawaan pendidikannya, ia belum bisa atau
belum siap menerima pendidikan. Bila anak sudah menjadi orang dewasa yang
bertanggung jawab, Ia tidak membutuhkan pendidikan lagi.
2. Ki Hajar Dewantara Menurut Ki Hajar Dewantara,
pendidikan dimuali sejak anak lahir dan berakhir setelah tercapainya kedewasaan
(berumur 24 tahun). Begitu anak lahir ia sudah dapat menerima pengaruh edukatif
dari pendidikannya, sekalipun ia belum menyadari pengaruh tersebut. Pendidikan
sudah dapat memulai pembentukan dan pembinaan kepribadian anaknya sejak hari
kelahirannya. Setelah anak itu menajdi orang dewasa, berakhirlah proses
pendidikan. Ia sudah memenuhi kebutuhan hidupnya dengan kekuatannya sendiri.
3. J. J. Rousseau memandang bahwa pendidikan itu
mempunyai pengaruh positif dan pengaruh negatif terhadap perkembangan
kepribadian anak. Pendidikan dalam arti negatif dimuali sejak anak lahir hingga
umur 12 tahun. Sedangkan pendidikan dalam arti positif dimulai sejak anak
berumur 12 tahun sampai terwujudnya kedewasaan yang umur 20 tahun.
Rousseau berpendapat, bahwa sejak lahir menjelang umur 12 tahun. Anak mempunyai
motivasi sendiri (intrinsic motivation) untuk berkembang. Bahkan campur tangan
orang dewasa dalam mempengaruhi anak akan merusak kesucian anak. Berbeda halnya
bila anak telah mencapai umur 12 tahun. Pendidikan perlu mendidiknya,
mempengaruhinya dalam memberikan motivasi (ekstrinsic motivation) untuk
mendapatkan pengalaman-pengalaman yang berguna sampai ia dewasa (berumur 20
tahun).
Batas ialah suatu yang menjadi hijab atau ruang
lingkup; awal dan akhir berarti memiliki permulaan dan akhir. Sedangkan
pendidikan adalah pengaktualisasian fitrah insaniyah yang manusiawi dan
potensial agar manusia dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya
(individual, sosial, religius).[2]
1. Batas (awal) pendidikan Islam
Yang
dimaksud dengan batas awal pendidikan Islam ialah saat kapan pendidikan Islam
itu dimulai. Syahminan Zaini mengemukakan bahwa pendidikan Islam harus dimulai
semenjak seorang laki-laki dan seorang perempuan mengikat tali perkawinan.
Sebab sah atau tidaknya perkawinan akan mempengaruhi kehidupan suatu keluarga
dan keturunan mereka. Suatu keluarga yang hidup tanpa perkawinan yang sah
selalu berada dalam keadaan berdosa. Dosa menurut Islam mengotori hati manusia.
Pembentukan keluarga sangat perlu diperhatikan untuk mewujudkan keturunan yang
Islami. Pemuda muslim perlu memperhatikan wanita calon isterinya.
Proses
pendidikan Islam akan berjalan lebih baik, bila sang isteri adalah wanita saleh
(taat melaksanakan ajaran Islam).Sebaliknya, betapapun suami berkeinginan
mendidik anak-anaknya dengan tatanan Islam, namun akan terkendala bila
isterinya acuh tak acuh terhadap agamanya. Berkenaan dengan hal ini, Rasulullah
SAW memesankan: “Wanita dinikahi karena empat faktor, yaitu karena hartanya,
kebangsaannya, kecantikannya dan agamanya. Pilihlah wanita yang kuat agamanya,
niscaya hidupmu bahagia.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah).[3]
Dalam hadits
lain Rasulullahh SAW: “Pilihlah isteri yang baik untuk tempat anakmu, sebab
sesungguhnya turunan darah itu mempunyai pengaruh besar.” Wanita yang taat
menjalankan ajaran agamanya, biasanya berkeinginan dan berusaha mengasuh,
membimbing dan mendidik anak-anaknya sesuai dengan ajaran agamatersebut.
Pendidikan sang ibu akan lebih berkesan dan lebih
berpengaruh dari pada pendidikan yang dilakukan oleh bapak. Sebab, pada fase
awal kehidupan anak, ia lebih banyak bergaul dengan ibunya dibangdingkan dengan
bapaknya.
Dari uraian
di atas dapat dipahami bahwa pendidikan Islam dalam pengertian yang luas
dimuali sejak seorang muslim/muslimah memilih pasangan hidupnya atau pada awal
pembentukan keluarga. Dengan demikian, pendidikan Islam bagi seorang anak sudah
dimuali jauh sebelum ia dilahirkan.
Para ahli paedagogik
muslim dan non muslim mempunyai pendapat yang beragam akan hal ini. Mereka
hanya sepakat bahwa pendidikan itu adalah suatu usaha dan proses mempunyai
batas-batas tertentu. Langevel, memberikan batas awal (bawah) pendidikan pada
saat anak sudah berusia kurang lebih 4 tahun, yakni pada usia ini telah terjadi
mekanisme untuk mempertahankan dirinya (eksistensi) perubahan besar dalam jiwa
seseorang anak di mana sang anak telah mengenal aku-Nya. Sehingga si anak sudah
mulai sadar/mengenal kewibawaan (gezag), seperti yang telah dikemukakan diatas.[4]
Kewibawaan
dalam pendidikan adalah kesediaan untuk mengalami adanya pengaruh dan menerima
pengaruh (anjuran) orang lain atas dasar sukarela. Bukan karena takut atau
terpaksa.[5]
Sejarah
Islam telah membenarkan bahwa pendidikan Islam itu telah mulai berkembang pesat
di dunia Islam semenjak Islam itu lahir di permukaan bumi. Firman Allah Swt.
dalam surah al-Alaq ayat 1-5 sebagai ayat yang pertama kali diturunkan yang
berkaitan dengan pendidikan sebagai berikut:
ù&tø%$# ÉOó™$$Î y7Înu‘ “Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7šu‘ur ãPtø.F{$# ÇÌÈ “Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ
Artinya :
Bacalah
dengan menyebut nama Tuhanmu Yang menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah dan Tuhanmu Maha Pemurah; yang mengajarkan manusia dengan perantaraan kalam.
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya. Q. S. al-Alaq ( 96
) : 1-5
Imam
al-Gazali berpendapat bahwa anak itu seperti kertas putih yang siap untuk
ditulisi melalui orang tuanya sebagai pendidik sehingga batas awal pendidikan
pada saat anak dalam kandungan ibunya, lebih jauh dari itu yakin pada saat
memilih calon pasangan hidup (suami isteri).[6]
Di mana anak akan lahir, tidaklah terlepas dari pengaruh perilaku orang tuanya
yang mendidik dan membesarkannya.
Anak dalam kaitannya dalam pendidikan menurut ajaran Islam adalah fitrah
atau ajaran bagi orang tuanya. Sebagaimana Hadis Rasulullah saw. yang artinya:
Setiap anak itu dilahirkan atas fitrah, kedua orang tuanyalah yang
menjadikan Nasrani atau Majusi.
2. Batas akhir pendidikan Islam
Sebelum anak
mengenal kewibawaan (gezag) dari pendidik maka peristiwa pendidikan belum ada,
dan yang ada hanya latihan dan pembiasaan saja. Kewibawaan yang dimaksud adalah
kekuatan batin yang dimiliki oleh pendidik yang ditaati oleh anak didik.
Langevel memandang pendidikan itu sebagai suatu pergaulan antara anakdidik
dengan pendidik. Tugas pendidik ialah mendewasakan anak didik (manusia muda)
dengan membimbing sampai pada tingkat kedewasaan (jasmani dan rohani). Sehingga
dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab secara etis.
Adapun
tujuan akhir pendidikan Islam menurut Imam al-Gazali adalah untuk mencapai
keutamaan dan taqarrub (pendekatan diri kepada Allah). Sejalan dengan hal di
atas jelaslah bahwa batas pendidikan versi Langevel agak realistik pragmatik,
maka batas pendidikan Islam lebih idealistik dan pragmatik menurut Islam,
pendidikan itu berlangsung dari buaian sampai ke liang lahat. Sebagaimana Hadis
Nabi saw.:
أُطْلُبِ اْلعِلْمَ مِنَ اْلمَهْدِ إِلَى اللَّهْـدِ
Artinya:
Tuntutlah
ilmu pengetahuan semenjak dari buaian hingga ke liang lahat (al-Hadis).
Muhammad
Munir Mursa mengatakan bahwa pendidikan islam tidak terbatas pada suatu priode
atau jenjang tertentu, tetapi berlangsung sepanjang hayat. Ia merupakan
pendidikan ” dari buaian hingga liang lahat “ selalu memperbarui diri, serta
terus menerus mengembangkan kepribadian dan memperkaya kemanusiaan. Dengan
perkataan lain, ia senantiasa membimbing manusia untuk maju.[7]
Prinsip pendidikan yang dilaksanakan dewasa ini yang
dikenal dengan konsep pendidikan seumur hidup (Long Life of Education).
Hal ini menunjukkan bahwa tidak dikenal adanya batas-batas pendidikan. Bukankah
pendidikan adalah pertolongan orang dewasa (pendidik) kepada (pemuda) anak
didik. Bukankah manusia semenjak dia lahir dan sepanjang hidupnya dia
membutuhkan pertolongan orang lain?, maka semakin banyak kebutuhan hidup yang
dibutuhkannya semakin pula ia membutuhkan pendidikan.
Secara umum
tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya manusia muttaqin yang secara sadar
dan bertanggung jawab selalu mencari keridaan Allah Swt. melalui jalur muamalah
yang ubudiyah sehingga sistem pendidikan Islam adalah suatu pola yang
menyeluruh dari suatu masyarakat, unsur-unsur lembaga formal atau non formal
dengan pemindahan pengetahuan dan pewarisan kebudayaan yang mempengaruhi
pertumbuhan sosial spiritual dan intelektual. Dengan munculnya sistem
pendidikan Islam sebagai suatu sistem yang berdiri sendiri adalah suatu
fenomena baru dalam syariat Islam.[8]
B. Pandangan Islam Tentang Factor Warisan dan Lingkungan Serta
Yang Dapat Dicapai Manusia Melalui Pendidikan
Pandangan Islam mengenai factor warisan dan lingkungan
dalam kaitannya dengan keterbatasan dan kemungkinan pendidikan dapat dilihat
dari buku-buku filsafat Islam salah satu daripadanya adalah karangan Omar
Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, yang menjelaskan antara lain sebagai berikut :
1. Warisan dan Lingkungan
Insan dengan seluruh perwakatan dan ciri
pertumbuhannya adalah perwujudan dua dua factor, yaitu faktor warisan dan
lingkungan. Kedua factor ini mempengaruhi insane dan berintraksi dengannnya
sejenak hari pertama ia menjadi embrio hingga ke akhir hayatnya. Oleh karena
kuat dan bercampur aduknya peranan kedua factor ini, maka sukar sekali untuk
merujuk perkembangan tubuh atau tingkah laku insane secara pastikepada salah
satu dari kedua factor tersebut.[9]
Dalam beberapa bagian, pertumbuhan jasmani itu dapat
dirujuk kepada factor keturunan, umpamanya warna rambut, rambut, mata, roman
muka, beberapa pertumbuhan kepribadian dan social dapat dirujuk kepada factor
lingkungan. Namun demikian pertumbuhan jasmani tidak semestinya senantiasa
dipengaruhi oleh factor keturunan, baik yang berbentuk alamiah seperti iklim,
perubahan musim dan sifat tanah, maupun yang bersifat social budaya seperti
makan, cara memelihara badan dari penyakit dan rawatan.
Di samping itu banyak pula kita dapati fenomena akhlak
dan social dipengaruhi oleh kadar hormone yang dipancarkan oleh kelenjar,
keadaan syaraf, kelancaran peredaran darah dan sebagainya. Dengan demikian
dapatlah dikatakan bahwa pertumbuhan akal dan emosi juga dipengaruhi oleh
factor keturunan dan lingkungan, umpamnya kecerdasan.
Kadar pengaruh keturunan dan lingkungan terhadap
insane berbeda sesuai dengan segi-segi pertumbuhan dengan kepribadian insan.
Kadar pengaruh kedua factor ini juga berbeda sesuai dengan umur dan fase
pertumbuhan yang dilalui. Factor keturunan umumnya lebih kuat pengaruhnya pada
tingkat bayi, yakni sebelum terjalinnya hubungan social dan perkembangan
pengalaman. Sebaliknya pengaruh lingkungan lebih besar apabila insane mulai
meningkat dewasa. Ketika itu hubungan dengan lingkungan alam dan manusia serta
ruang geraknya sudah semakin luas.
Yang dimaksud dengan lingkungan ialah ruang lingkup
luar yang berintraksi dengan insan, yang dapat berwujud benda-benda seperti
air, udara, bumi, langit, matahari dan sebagainya, dan berbentuk bukan benda
seperti insane pribadi, kelompok, institusi, system, undan-undang adat
kebiasaan, dan sebagainya.
Yang dimaksud dengan keturunan ialah cirri dan sifat
yang diwarisi dari bapak, kakek dengan kadar yang berlainan. Umumnya,
sebagiannya diwari dari sifat-siafat bapak, seperempat dari datuk tingkat
pertama dan seperenam belas dari datuk tingkat ketiga, dan seterusnya.
Dalam membicarakan soal keturunan ini terdapat
perbedaan pendapat. Pendapat yang tampak lebih tepat ialah walaupun tampak
keturunan banyak mempengaruhi bentuk tubuh dan dan akal, namun ia sedikit
banyak mempengaruhi juga pertumbuhan akhlak dan kebiasaan social. Tetapi factor
keturunan tersebut tidaklah merupakan suatu yang tidak bisa dipengaruhi.
Ajaran islam seperti yang tertera dalam ayat-ayat
Al-Qur’an, hadis nabi dan pendapat para ahli meskipun tidak menentukan tentang
faktor lingkungan dan keturunan sebagai faktor pokok yang mempengaruhi
pertumbuhan insan, namun tidak kurang sumber-sumberyang menerangkan serta
mengakui akan pengaruh dua faktor ini dalam pertumbuhan watak dan tingkah laku.
Dalm kalangan ilmuan-ilmuan muslim terdapat kelompok aliran yang menyetujui
pengertian keturunan secara luas. Aliran itu membagi sifat-sifat warisan kepada
tiga jenis, yaitu sifat-sifat tubuh, sifat-sifat akal dan sifat-sifat ahlak dan
kemasyarakatan. Sifat-sifat tubuh yaitu warna kulit, tinggi atau pendek, warna
mata, warna rambut bentuk kepala, wajah dan lain-lain. Juga seperti sifat
cerdas atau bebal dan sebagainya. Sifat-sifat akhlak seperti cenderung baik
atau bejat, sabar atau bengis, takwa atau maksiat dan sebagainya. Di samping
itu pengaruh warisan dalam pengertiannya yang luas dapat di bagi menjadi dua
bagian pokok :
a. Warisan alami atau fitrah (internal)
yang di pindahkan oleh jaringan-jaringan benih.
b. Warisan sosial (external) yang di pindahkan oleh
faktor di luar diri
(unit-unit sosial) terutama keluarga. Media yang berperan dalam bagian ini adalah panca indra,akal ,tradisi, serta jenis interaksi sosial yang beraneka ragam.[10]
(unit-unit sosial) terutama keluarga. Media yang berperan dalam bagian ini adalah panca indra,akal ,tradisi, serta jenis interaksi sosial yang beraneka ragam.[10]
Di antara ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis nabi yang
menjadi dasar pendapat adalah :
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç öNä3ÏF»yg¨Bé& Ÿw šcqßJn=÷ès? $\«ø‹x© Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|ÁöF{$#ur noy‰Ï«øùF{$#ur öNä3ª=yès9 šcrãä3ô±s? ÇÐÑÈ
Artinya :” Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut
ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, dan dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (Q.S An-Nahl 78).
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $Zÿ‹ÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pköŽn=tæ 4 Ÿw Ÿ@ƒÏ‰ö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 šÏ9ºsŒ ÚúïÏe$!$# ÞOÍhŠs)ø9$# ÆÅ3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÉÈ
Artinya : “(
tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
(itulah) agam yang lurus, tetapi kebayakn manusia tidak mengetahui.” (Q.S.
Ar-Rum 30)
$¯RÎ) $oYø)n=yz z`»|¡SM}$# `ÏB >pxÿôÜœR 8l$t±øBr& Ïm‹Î=tGö6¯R çm»oYù=yèyfsù $Jè‹ÏJy™ #·ŽÅÁt ÇËÈ
$¯RÎ) çm»uZ÷ƒy‰yd Ÿ@‹Î6¡¡9$# $¨BÎ) #[Ï.$x© $¨BÎ)ur #·‘qàÿx. ÇÌÈ
Artinya : “ sesungguhnya kami telah menciptakan
manusia dari setetes mani yang bercampur yang hendak kami uji ( dengan perintah
dan larangan ), karena itu kami jadikan dia mendengar dan elihat. Sesungguhnya
kami telah menunjukinya jalan yang lurus, ada yang bersyukur dan ada pula yang
kafir.” (Q.S Al-insan 2-3)
<§øÿtRur $tBur $yg1§qy™ ÇÐÈ
$ygyJolù;r'sù $ydu‘qègéú $yg1uqø)s?ur ÇÑÈ
ô‰s% yxn=øùr& `tB $yg8©.y— ÇÒÈ
ô‰s%ur z>%s{ `tB $yg9¢™yŠ ÇÊÉÈ
Artinya : “Dan jiwa serta penyempurnaannya
(ciptaannya) maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasihan dan
ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan
sesungguhnya rugilah orang yang mengotorinya.” (Q.S. Asy-Sam 7-10).[11]
Sabda Rasululllah :
Artinya : “pilihlah (tempat yang sesuai) untuk benih
(mani) mu karena keturunan bisa mengelirukan.
Sabda Rasul :
Artinya : “Hati-hatilah dengan hudlara uddiman. (yang
di maksudkan ialah wanita yang cantik tetapi menerima pendidikan yang buru’).
Sabda Rasul yang artinya: “abi jafar meriwayatkan :
seorang lelaki datang mengadu kepada Rasullullah dan berkata ; wanita ini anak
paman saya dan istri saya. Yang saya tau tentang beliu baik orangnya. Tetapi ia
telah melahirkan saya anak yang amat hitam, lebar dan pesek hidungnya. Tidak
ada paman-paman sebelah ibu saya atau datuk saya yang serupa dengannya”.
Mendegar pengaduan itu rasulullah bertanya kepada wanita tersebut : “apa katamu
?” wanita tersebut menjawab : “ Demi yang mengutus dengan kebenaran sejak beliu
ini memiliki diri saya belum pernah saya izinkan siapapun menduduki tempat (di
sisi saya) kecuali dia”.
Abi jafar mengatakan, Rasulullah pun menundukkan
kepalanya sebentar. Kemudian beliu mengangkat pandangannya ke langit. Beliu
kemudian berpaling kepada laki-laki itu dan ber kata : “saudara, tiap orang
pasti ada hubungan bakanya dengan Adam, yaitu sembilan puluh sembilan urat yang
semuanya terpendam dalam nasab keturunan. Apabila mani di curahkan ke dalam
rahim, maka bergetarlah urat-urat itu meminta kepada Allah akan penyerupaannya.
Jadinya (anak) ini adalah antara urat-urat (rupa baka) yang tidak menurun
kepada datuk dan datuk-datuk mu. Ambillah (bawa balik) anak mu”. Perempuan
itupun berkata ; “wahai Rasulullah (syukur) engkau telah menyelesaikan
masalahku”.
Hikmah mengutamakan kawin dengan bukan kerabat dekat
adalah untuk mengkelakkan kemungkinan mendapat keturunan dhaif. “kawin jauhlah”
maksudnya jangan sampai mendapatkan anak yang lemah.
Sabda Rasulullah:
Artinya :
“tiap bayi di lhirkan dengan fitrah, ibu bapaknyalah yang menyahudikan dan
mengkristekannya”.
Banyak lagi ayat-ayat dan
hadis-hadis lain yang mengisyaratkan tentang pengaruh faktor warisan dan
lingkungan terhadap pembentukan insan termasuk pembentukan adat kebiasaan,
sikap dan akhlaknya.[12]
2. Perubahan pada manusia.
Manusia dapat berubah karena
wata nya lues dan lentur (fleksible), artinya watak insan itu boleh di lentur,
di bentuk dan di ubah. Ia mampu menguasai ilmu pengetahuan adat-istiadat,
nilai, tendensi atau aliran baru. Demikian pula dia dapat meninggalkan adat,
nilai dan aliran lama karna intraksi sosial, atau peroses “pemasyarakatan”.
Mudah atau susahnya proses ini tergantung usiadan cara yang di gunakan.
Fleksibilitas tersebut dapat di tinjau dari segi
fsiologi, ialah hasil dari jaringan urat syarat dan sel-sel otak. Syraf dapat
di pengaruhi oleh perulangan latihan yang menghasilkan kebiasaan.
Berulang-ulang melakukan suatu pekerjaan dapat menambah minat dan kecenderungan
kepada pekerjaan itu. Kecenderungan ini akhirnya berubah menjadi adat, lalu
adat membentuk kelakuan manusia. Dapat di pastikan bahwa 99 persen dari
perbuatan yang di lakukan oleh manusia merupakan kelakuan yang otomatik. Sbab
itu para cerdik pandai mengatakan adat itu adalah “tabiat yang kedua”. Namun
betapapun adat itu terserap dalam diri, ia masih dapat di ubah. Tetapi tidaklah
mudah lagi jika ia sudah mencapai taraf keterampilan.[13]
Mereka yang mendalami Al-Qur’an, sunnah dan khzanah
pemikiran islam akan menemukan banyak dalil dan pendapat yang menunjukkan bahwa
islam mempunyai prinsip bahwa watak manusialuwes dan lentur. Menurut islam
kelakuan, kebiasaan, keahliaan, kemahiran pikiran manusia dapat berubah. Malah
dalam beberapa hal mesti berubah. Perubahan itu tidak terjadi otomats atau
lantaran motivasi kebendaanatau kesan dari perkembangan evolusi, tetapi peroses
pengajaran yang di lalui sejak bayi sampai akhir hayatnya. Atau ia adalah hasil
dari intraksi yang bebas antara unsur intern manusia dan faktor budya,
peradaban dan lingkungan yang di hayatinya. Yang mengarahkan jalan untuk
perubahan itu ialah kekuasaan yang tertinggi, yaitu Allah SWT. Di sampng itu di
bantu oleh tabiat dan perwatakan yang mudah di lentur. Dalam hubungan ini Allah
berfirman:
$¯RÎ) çm»uZ÷ƒy‰yd Ÿ@‹Î6¡¡9$# $¨BÎ) #[Ï.$x© $¨BÎ)ur #·‘qàÿx. ÇÌÈ
Artinya : “kami akan menunjukkan dia jalan (hidayah),
apakah ia bersyukur atau kufur.” (Q.S. Al-Insan: 3)
Firman Allah
SWT :
<§øÿtRur $tBur $yg1§qy™ ÇÐÈ
$ygyJolù;r'sù $ydu‘qègéú $yg1uqø)s?ur ÇÑÈ
ô‰s% yxn=øùr& `tB $yg8©.y— ÇÒÈ
ô‰s%ur z>%s{ `tB $yg9¢™yŠ ÇÊÉÈ
Artinya : “Dan jiwa serta
penyempurnaannya. Maka Allah mengilhamkan kefasikan dan ketakwaannya.
Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu dan sesungguhnya
merugilah orang yang mengotorinya”. ( Q.S. Asy-Syams: 7).
Rasulullah
bersabda:
Artinya “ tiap manusia yang di lahirkan dalam
fitrah. Ibu bapaknyalah yang menyahudikan, menasranikan atau memajusikanya”.
Saidina ali berkata kepada Hasan anaknya : hati anak
kecil seumpama tanah yang belum di lagi bertanam. Apa saja yang di semaiakan
akan di terima olehnya. Karena itu aku memulai mendidik dengan akhlak yang
baik, sebelum hatimu menjadi keras dan pikiranmu sebibuk.
Dalil yang paling kuat yang membuktikan tentang
mungkinnya keyakinan, akhlak, atau kebiasaan manusia yang berubah pengutusan Rasul
dan Nabi . islam telah dapat menghasilkan perubahan-perubaha dalam pribadi
orang arab. Dari penyembah berhala menjadi muwahiddin. Beriman dan menyembah
Allah yang Maha Esa. Dari insan yang asyik memikir dan mengusahakan kesenangan
dunia semata kepada insan yang berusaha mendapatkan keredhaan Allah SWT dan
ganjaran di akhirat. Dari kecenderungan menyelesaikan masalahdengan pedang
kepada insan yang cenderung damai.[14]
Tetapi perubahan perilaku tidak dapat di lakukan
terhadap beberapa ciri tetap manusia di bawa sejak lahir, seperti naluri cinta,
takut, tunduk, menentang dan sebagainya. Apa yang boleh di buat terhadap
nalri-naluri ini ialah meningkatkan atau mendidiknya, ke arah yang lebih baik.
Cara membentuk itu ialah dengan membina kecintaan kepada ke utamaan dan
idealisme. Kecintaan seperti ini yang paling kuat pengaruhnya ialah kecintaan
keagamaan. Jika kecintaan telah tumbuh dalam hati seorang, akan kita dapati
beberapa perubahan. Misalnya, apa yang di takuti oleh orang awam tidak lagi
menakutkannya. Yang di takuti adalah ke murkaan Allah SWT.
Naluri marah umpamanya tidak hapus dan tidak padam,
tetapi realisasinya berubah bentuk. Marah tidak lagi di sebabkan oleh diri,
harta dan anak-anak tetapi karena hak yang di perkosa dan seruan ke arah agama
ditentang.
BAB III
PENUTUP
Sudah sama-sama kita ketahui
pendidikan adalah suatu proses pembentukan kepribadian manusia. Oleh karena itu
pendidikan merupakan hal yang penting bagi kita, dan pendidikan Islam itu
sendiri mempunyai batas awal yaitu pendidikan Islam harus dimulai semenjak
seorang laki-laki dan seorang perempuan mengikat tali perkawinan. Dan batas
akhir pendidikan adalah tidak terbatas pada suatu priode atau jenjang tertentu,
tetapi berlangsung sepanjang hayat. Ia merupakan pendidikan ” dari buaian
hingga liang lahat “ selalu memperbarui diri, serta terus menerus mengembangkan
kepribadian dan memperkaya kemanusiaan.
Dan adapun warisan dan
lingkungan, Kedua item ini sama sama mempengaruhi pendidikan anak. Warisan
terbagi dua: a. Warisan alami (fitrah/internal) yang dipindahkan oleh jaringan
benih. Misal: rambut, warna kulit, tinggi pendek,dsb. b. Warisan Sosial
(external) yang dipindahkan oleh factor diluar diri (unit-unit social) terutama
keluarga. Media yang berperan dalam bagian ini adalah panca indera, akal,
tradisi, serta jenis interaksi social yang beraneka ragam.
Yangdimaksud
lingkungan adalah ruang lingkup dimana sianak berinteraksi, pada waktu masih
kecil dalam bimbingan orang tua lingkungan yang paling berpengaruh adalah
keluarga tapi ketika dewasa lingkungan sosialnya sangat berpengaruh besar bagi
anak.
Dan untuk
perubahan pada manusia, manusia dapat berubah karena wataknya yang luwes dan
lentur (fleksibel), artinya watak insane itu boleh dilentur, dibentuk dan
diubah. Menurut islam ketakutan, kebiasaan, keahlian, kemahiran dan pikiran
manusia dapat berubah. Malah dalam beberapa hal mesti berubah. Demi
kelangsungan hidupnya kearah yang lebih baik, melalui tempaan terus menerus dan
pembiasaan. Sebagaimana Allah juga telah mengutus Rasul dan Nabi guna merubah
kehidupan manusia dari kejahiliahan kea rah ketauhidan pada Allah SWT. Namun
ada pula yang tak dapat dirubah dari manusia seperti naluri cinta, hidup, takut,
tunduk, menentang dan sebagainya. Tapi hal itu bias dibina kea rah pelampiasan
yang benar. Cinta terhada p keutamaan dan idealisme beragama. Melampiaskan
emosi pada hal-hal positive dsb.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. Darajat Zakiah, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi
Aksara, 2008, Jakarta
2. Purwanto M. Ngalim, Ilmu pendidikan teoritis dan
praktis, Remaja Rosdakarya, 2007, Bandung
3. Aly Hery Noer ,Ilmu Pendidikan Islam, Logos Wacana
Ilmu,1999 Jakarta
4. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, 2010,
Jakarta
5. http:ilmu pendidikan islam,kemungkinan dan keterbasan
pendidikan. com